CATATAN 1
Taufik Hidayat,MD
Hari pertama mengikuti orientasi PPDS di sebuah RS/FK negeri
dikota Y (J) membuatku sungguh ingin menulis kembali. Vakum sekian lama dari
kebiasaan yang sedikit positif ini
membuat otakku kaku untuk merangkai kata-kata. Gagu dalam mengeja
kalimat membuat jemariku menari statis diatas keyboard laptop. Tombol delete
berkali-kali kutekan untuk mengoreksi kata dan kalimat tak bermutu yang
terluncur dari ketidaksinkronan antara otak dengan jemariku. Aku benar-benar
dalam keadaan compos mentis untuk menulis cerita hari pertamaku sebagai seorang
PPDS Forensik, namun apa daya kemampuan membualku sudah berkurang seiring bergulirnya
waktu.
Pertemuan pertama dengan pihak RS/FK dengan seluruh PPDS
baru seharusnya berjalan mulus, namun
tidak bagiku. Ya, aku terlambat 1 jam! Dan aku merasa menjadi orang paling
buruk sedunia hari itu. Perkara tidak berhenti sampai disitu, setelah kucermati,
ternyata warna pakaian yang kukenakan adalah versi kebalikan dari warna putih/cerah
yang seharusnya dikenakan oleh PPDS baru. Aku begitu depresi mengingat tidak
mungkin bagiku untuk kembali ke kosan teman tempatku menumpang hanya untuk
berganti pakaian dan mengambil snell jasku yang tertinggal.
Beberapa menit
sebelumnya,....
Aku terlonjak kaget dari tidur pulasku karena deringan
smartphone. Ooo,ternyata sms dari sejawat sesama PPDS forensik yang mengabarkan
kalau orientasi akan segera dimulai. Pagi itu, orientasi untuk seluruh PPDS
baru akan dimulai pada pukul 08.00 WIB, dan aku terbangun tepat pada pukul
08.00 WIB. Tidur kembali seusai sahur dan subuh menjadi agenda wajib bagiku
selama bulan Ramadhan, karena tidur akan terasa sangat nikmat pada waktu
tersebut. Dengan kecepatan kilat aku mandi dan bersiap-siap untuk berangkat ke
RS. Karena jarak dari kosan ke RS lumayan jauh, maka aku diantar dengan motor
oleh temanku. Sungguh dia adalah seorang teman yang sangat baik didunia ini.
Sesampainya didepan gerbang RS, aku mulai krasak-krusuk
karena smartphone yang sudah bagaikan belahan jiwa bagiku tidak ditemukan
dihabitatnya! (maksudnya didalam tas). Setelah kuputar ulang otakku,aku
teringat kalau smartphone tersebut tertinggal diatas meja dikamar kos tumpangan.
Seketika itu aku kembali ke kosan, karena smartphone harus selalu digenggamanku
agar aku bisa membunuh waktu dan mengusir kebosanan. Apalagi, siang itu aku ada
janji dengan seseorang, pasti keberadaan smartphone akan sangat membantu.
Smartphone pada era socmed lagi jaya ini bagaikan pembunuh bagi kantor pos
(ngaco..)
Didepan panitia penyelenggara orientasi aku memohon untuk dikasihani
dan diperbolehkan mengikuti orientasi karena tidak ada lagi pilihan bagiku
untuk mengubah penampilan dalam sekejap. Sudah terpikirkan olehku beberapa nama
residen lain untuk sekedar meminjam snell jas mereka, akan tetapi segera
kutepis pikiran tersebut jauh-jauh, mengingat mereka pasti sangat sibuk.
Beruntung panitianya baik hati (berkah Ramadhan), sehingga aku diperbolehkan
masuk setelah acara pembukaan berakhir.
Beberapa hari
sebelumnya....
Demi merayakan keberangkatanku untuk melanjutkan pendidikan
spesialisasi kedokteran forensik, para koas forensik dikampus tempatku mengabdi
mengadakan acara bukber. Walaupun baru 1 minggu ketemu disiklus forensik, namun
kami sudah agak sedikit akrab. Jika Tuhan mengijinkan, sekitar 3 tahun lagi
aku akan kembali ke kampus untuk
mendidik calon dokter dan mengabdikan ilmu. Yang pasti, 3 tahun mendatang,
tentunya koas-koas yang mengadakan bukber tersebut telah menjadi seorang dokter
dan lupa akan hari bukber tersebut, mungkin hanya aku yang kan selalu
mengenangnya. Selalu. *sangat hormonal,ckckckck
Saat orientasi....
Yang namanya kuliah apalagi tentang manajemen RS pasti
membuatku mengantuk dan frustasi. Sebagai residen, kami wajib mengerti tentang
seluk beluk organisasi RS. Mulai dari jajaran direksi, smf, instalasi, berbagai
SOP,SPM,Visi Misi, Renstra dan lain sebagainya termasuk berbagai macam
akreditasi RS yang akan dilaksanakan oleh RS tempat kami menuntut ilmu.
Dilarang gagal paham, begitulah simpelnya. Khusus akreditasi, Hand Hyegiene
adalah primadonanya, sampai-sampai demo hand hyegiene akan selalu kami lakukan
berikut yel-yel akreditasi RS selama beberapa hari ini.
Tapi bukan itu yang menjadi daya tarik utama bagi saya.
Adalah salah seorang pembicara dari sebuah Instalasi yang menurut saya mampu
memecah kekakuan dogma, stigma dan paradigma selama sesi-sesi ceramah yang
monoton.
Beliau adalah seorang dokter spesialis yang masih muda, akan
tetapi kaya akan pengalaman melanglang
buana ke berbagai pelosok persada Indonesia tercinta. Dari penampilannya yang
sedikit eksentrik dia berhasil merebut konsentrasi peserta dari cengkraman rasa
mengantuk yang hampir bertahta.
Mengkhayal
sebentar.....
Aku adalah etnis minoritas di RS/FK tempatku belajar ini.
Hampir 90% peserta adalah etnis Jawa. Sejauh ini aku masih bisa mencari-cari
persamaan dibalik perbedaan yang sangat mencolok antara sesuatu yang terdapat
di kota pelajar (Yogyakarta/Jawa) ini dengan kota tercinta
(Padang/Minangkabau).
Jika di Padang plat polisi kendaraan bermotor adalah
BA, maka di Jogja adalah AB. Huruf yang sama tapi kebalik susunannya.
Makanan paling populer yang berasal dari Jogja adalah gudeg,
sedangkan salah satu kuliner yang wajib hadir dalam susunan menu tradisional
Minangkabau adalah gulai cubadak. Sama-sama berbahan dasar nangka muda, akan
tetapi bertolak belakang dalam citarasa. Gudeg, sebagaimana halnya dengan
masakan Jawa lain yang dominan berasa manis sangat berbeda dengan citarasa
gulai cubadak yang pedas gurih. Dan ini membuat lidah Minangku protes.
Pagi pertamaku di Jogja disambut oleh hujan abu Merapi. Ya,
Gunung Merapi yang eksotis tersebut memang tidak terletak di Jogja, akan tetapi
keperkasaannya terlihat dan dirasakan sampai ke Jogja. Sebagaimana di tanah
Jawa, langit Minangkabau pun disangga oleh Gunung Marapi. Sama-sama gunung
berapi, akan tetapi gunung Marapi di pinggiran Bukittinggi bersikap lebih
lembut ketimbang saudaranya Gunung Merapi di pinggiran Jogja. Dan
lagi-lagi,..gunung Merapi bersanding dengan gunung Merbabu sebagaimana
saudaranya Gunung Marapi bersanding dengan gunung Singgalang.
Kembali ke aula....
ketika Bapak dokter spesialis pembicara diatas memulai aksi dengan
menanyai daerah asal peserta PPDS (dan akan terus demikian sampai akhir
presentasi beliau), mulailah kelas riuh rendah, karena tak disangka beliau juga
bisa berbahasa daerah lain selain Jawa.
Aku tersentak ketika beliau tiba-tiba bertanya dalam bahasa
Minang logat luar angkasa:, “kanapo dokter Jawo indak pernah biso eksis di
Padang??.....
Dengan manis aku menggelengkan kepala ketika si Bapak
melempar pertanyaan tersebut kepadaku. Aku berpikir ada benarnya juga
pertanyaan si Bapak, akan tetapi aku memilih mendengar jawaban versi beliau.
Kalau lah aku tidak tau malu, maka aku akan
terpingkal-pingkal mendengar jawaban si Bapak. Akan tetapi, berhubung cuma ada
2 orang yang mengerti bahasa alien yang diucapkan si Bapak, maka aku hanya
mengulum senyum (daripada dicap gila)
Pancosilo:
1. Bintang basagi limo
2. Rantai pangikek anjiang
3. Pohon Baringin indak babuah
4. Gulai kapalo kambiang
5. ...........
Itulah jawaban si Bapak....hahahhahaha...ada-ada saja....
Aku dan seorang juniorku satu almamater tersenyum-senyum
karena yang dibaca si bapak adalah lambang sila Pancasila dalam bahasa Minang.
Peserta lain tentulah menyangka kalau 4 sila berbahasa Minang diatas
benar-benar merupakan terjemahan langsung dari masing-masing sila berbahasa
Indonesia ke dalam bahasa Minang.
Karena jatah waktu beliau habis, maka beliau pun mencukupkan
penjelasannya tentang Instalasi Bedah Sentral dengan meninggalkan lelucon yang
bagi orang yang mengerti bahasa dan budaya Minang tentu lucu dan penuh sindiran
ini.
Aku jadi berpikir apa kira-kira bahasa Minang sila ke
lima......???
Pugung Asri, 23 Juli
2013