Selasa, 23 Juli 2013

CATATAN 1

CATATAN 1
Taufik Hidayat,MD

Hari pertama mengikuti orientasi PPDS di sebuah RS/FK negeri dikota Y (J) membuatku sungguh ingin menulis kembali. Vakum sekian lama dari kebiasaan yang sedikit positif ini  membuat otakku kaku untuk merangkai kata-kata. Gagu dalam mengeja kalimat membuat jemariku menari statis diatas keyboard laptop. Tombol delete berkali-kali kutekan untuk mengoreksi kata dan kalimat tak bermutu yang terluncur dari ketidaksinkronan antara otak dengan jemariku. Aku benar-benar dalam keadaan compos mentis untuk menulis cerita hari pertamaku sebagai seorang PPDS Forensik, namun apa daya kemampuan membualku sudah berkurang seiring bergulirnya waktu.

Pertemuan pertama dengan pihak RS/FK dengan seluruh PPDS baru seharusnya berjalan mulus,  namun tidak bagiku. Ya, aku terlambat 1 jam! Dan aku merasa menjadi orang paling buruk sedunia hari itu. Perkara tidak berhenti sampai disitu, setelah kucermati, ternyata warna pakaian yang kukenakan adalah versi kebalikan dari warna putih/cerah yang seharusnya dikenakan oleh PPDS baru. Aku begitu depresi mengingat tidak mungkin bagiku untuk kembali ke kosan teman tempatku menumpang hanya untuk berganti pakaian dan mengambil snell jasku yang tertinggal.

Beberapa menit sebelumnya,....
Aku terlonjak kaget dari tidur pulasku karena deringan smartphone. Ooo,ternyata sms dari sejawat sesama PPDS forensik yang mengabarkan kalau orientasi akan segera dimulai. Pagi itu, orientasi untuk seluruh PPDS baru akan dimulai pada pukul 08.00 WIB, dan aku terbangun tepat pada pukul 08.00 WIB. Tidur kembali seusai sahur dan subuh menjadi agenda wajib bagiku selama bulan Ramadhan, karena tidur akan terasa sangat nikmat pada waktu tersebut. Dengan kecepatan kilat aku mandi dan bersiap-siap untuk berangkat ke RS. Karena jarak dari kosan ke RS lumayan jauh, maka aku diantar dengan motor oleh temanku. Sungguh dia adalah seorang teman yang sangat baik didunia ini.

Sesampainya didepan gerbang RS, aku mulai krasak-krusuk karena smartphone yang sudah bagaikan belahan jiwa bagiku tidak ditemukan dihabitatnya! (maksudnya didalam tas). Setelah kuputar ulang otakku,aku teringat kalau smartphone tersebut tertinggal diatas meja dikamar kos tumpangan. Seketika itu aku kembali ke kosan, karena smartphone harus selalu digenggamanku agar aku bisa membunuh waktu dan mengusir kebosanan. Apalagi, siang itu aku ada janji dengan seseorang, pasti keberadaan smartphone akan sangat membantu. Smartphone pada era socmed lagi jaya ini bagaikan pembunuh bagi kantor pos (ngaco..)
Didepan panitia penyelenggara orientasi aku memohon untuk dikasihani dan diperbolehkan mengikuti orientasi karena tidak ada lagi pilihan bagiku untuk mengubah penampilan dalam sekejap. Sudah terpikirkan olehku beberapa nama residen lain untuk sekedar meminjam snell jas mereka, akan tetapi segera kutepis pikiran tersebut jauh-jauh, mengingat mereka pasti sangat sibuk. Beruntung panitianya baik hati (berkah Ramadhan), sehingga aku diperbolehkan masuk setelah acara pembukaan berakhir.

Beberapa hari sebelumnya....
Demi merayakan keberangkatanku untuk melanjutkan pendidikan spesialisasi kedokteran forensik, para koas forensik dikampus tempatku mengabdi mengadakan acara bukber. Walaupun baru 1 minggu ketemu disiklus forensik, namun kami sudah agak sedikit akrab. Jika Tuhan mengijinkan, sekitar 3 tahun lagi aku  akan kembali ke kampus untuk mendidik calon dokter dan mengabdikan ilmu. Yang pasti, 3 tahun mendatang, tentunya koas-koas yang mengadakan bukber tersebut telah menjadi seorang dokter dan lupa akan hari bukber tersebut, mungkin hanya aku yang kan selalu mengenangnya. Selalu. *sangat hormonal,ckckckck

Saat orientasi....
Yang namanya kuliah apalagi tentang manajemen RS pasti membuatku mengantuk dan frustasi. Sebagai residen, kami wajib mengerti tentang seluk beluk organisasi RS. Mulai dari jajaran direksi, smf, instalasi, berbagai SOP,SPM,Visi Misi, Renstra dan lain sebagainya termasuk berbagai macam akreditasi RS yang akan dilaksanakan oleh RS tempat kami menuntut ilmu. Dilarang gagal paham, begitulah simpelnya. Khusus akreditasi, Hand Hyegiene adalah primadonanya, sampai-sampai demo hand hyegiene akan selalu kami lakukan berikut yel-yel akreditasi RS selama beberapa hari ini.

Tapi bukan itu yang menjadi daya tarik utama bagi saya. Adalah salah seorang pembicara dari sebuah Instalasi yang menurut saya mampu memecah kekakuan dogma, stigma dan paradigma selama sesi-sesi ceramah yang monoton.

Beliau adalah seorang dokter spesialis yang masih muda, akan tetapi kaya akan  pengalaman melanglang buana ke berbagai pelosok persada Indonesia tercinta. Dari penampilannya yang sedikit eksentrik dia berhasil merebut konsentrasi peserta dari cengkraman rasa mengantuk yang hampir bertahta.

Mengkhayal sebentar.....
Aku adalah etnis minoritas di RS/FK tempatku belajar ini. Hampir 90% peserta adalah etnis Jawa. Sejauh ini aku masih bisa mencari-cari persamaan dibalik perbedaan yang sangat mencolok antara sesuatu yang terdapat di kota pelajar (Yogyakarta/Jawa) ini dengan kota tercinta (Padang/Minangkabau).
Jika di Padang plat polisi kendaraan bermotor adalah BA,  maka di Jogja adalah  AB. Huruf yang sama tapi kebalik susunannya.

Makanan paling populer yang berasal dari Jogja adalah gudeg, sedangkan salah satu kuliner yang wajib hadir dalam susunan menu tradisional Minangkabau adalah gulai cubadak. Sama-sama berbahan dasar nangka muda, akan tetapi bertolak belakang dalam citarasa. Gudeg, sebagaimana halnya dengan masakan Jawa lain yang dominan berasa manis sangat berbeda dengan citarasa gulai cubadak yang pedas gurih. Dan ini membuat lidah Minangku protes.

Pagi pertamaku di Jogja disambut oleh hujan abu Merapi. Ya, Gunung Merapi yang eksotis tersebut memang tidak terletak di Jogja, akan tetapi keperkasaannya terlihat dan dirasakan sampai ke Jogja. Sebagaimana di tanah Jawa, langit Minangkabau pun disangga oleh Gunung Marapi. Sama-sama gunung berapi, akan tetapi gunung Marapi di pinggiran Bukittinggi bersikap lebih lembut ketimbang saudaranya Gunung Merapi di pinggiran Jogja. Dan lagi-lagi,..gunung Merapi bersanding dengan gunung Merbabu sebagaimana saudaranya Gunung Marapi bersanding dengan gunung Singgalang.

Kembali ke aula....
ketika Bapak dokter spesialis pembicara diatas memulai aksi dengan menanyai daerah asal peserta PPDS (dan akan terus demikian sampai akhir presentasi beliau), mulailah kelas riuh rendah, karena tak disangka beliau juga bisa berbahasa daerah lain selain Jawa.

Aku tersentak ketika beliau tiba-tiba bertanya dalam bahasa Minang logat luar angkasa:, “kanapo dokter Jawo indak pernah biso eksis di Padang??.....

Dengan manis aku menggelengkan kepala ketika si Bapak melempar pertanyaan tersebut kepadaku. Aku berpikir ada benarnya juga pertanyaan si Bapak, akan tetapi aku memilih mendengar jawaban versi beliau.
Kalau lah aku tidak tau malu, maka aku akan terpingkal-pingkal mendengar jawaban si Bapak. Akan tetapi, berhubung cuma ada 2 orang yang mengerti bahasa alien yang diucapkan si Bapak, maka aku hanya mengulum senyum (daripada dicap gila)

Pancosilo:
1.       Bintang basagi limo
2.       Rantai pangikek anjiang
3.       Pohon Baringin indak babuah
4.       Gulai kapalo kambiang
5.       ...........
Itulah jawaban si Bapak....hahahhahaha...ada-ada saja....

Aku dan seorang juniorku satu almamater tersenyum-senyum karena yang dibaca si bapak adalah lambang sila Pancasila dalam bahasa Minang. Peserta lain tentulah menyangka kalau 4 sila berbahasa Minang diatas benar-benar merupakan terjemahan langsung dari masing-masing sila berbahasa Indonesia ke dalam bahasa Minang.

Karena jatah waktu beliau habis, maka beliau pun mencukupkan penjelasannya tentang Instalasi Bedah Sentral dengan meninggalkan lelucon yang bagi orang yang mengerti bahasa dan budaya Minang tentu lucu dan penuh sindiran ini.

Aku jadi berpikir apa kira-kira bahasa Minang sila ke lima......???

Pugung Asri, 23 Juli 2013